Kamis, 26 Juli 2012
Regulasi Media Massa
Mengapa dibutuhkan regulasi dalam
praktisi komunikasi massa?
Untuk mengetahui
mengenai regulasi dalam komunikasi massa, mari kita bahas mengenai komunikasi
massa itu sendiri. Komunikasi massa
sudah menjadi kebutuhan hidup masyarakat dalam mendapatkan informasi. Adapun definisi komunikasi
yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Rakhmat, 2003: 188), yakni:
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang.
Dari definisi
tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media
massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak banyak, jika
tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Dan media
komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran, televisi, surat
kabar, majalah, online dan media film.
Media massa sudah semakin
berkembang dalam kehidupan masyarakat, sehingga membuat media menjadi penting.
Bukan hanya karena perkembangan teknologi yang sulit dibendung, tapi juga
karena praktik-praktik hukum, ekonomi dan sosial. Hal ini yang dapat
menimbulkan kepentingan publik dan hak-hak dasar
masyarakat jika tidak dilakukan pengaturan memadai yang disebut regulasi.
Regulasi atau
regulator adalah salah satu komponen komunikasi massa yang dikemukakan oleh
Hiebert, Ungurait dan Bohn atau HUB (1975). Menurut HUB, komponen-komponen
komunikasi massa meliputi: communicators,
code and contents, gatekeepers, the media, regulator, filters, audiences
dan feedback.
Dalam proses
komunikasi massa, regulasi media massa adalah suatu proses rumit dan melibatkan
banyak pihak. Peran regulator hampir sama dengan gatekeeper. Jika gatekeeper
adalah bagian dari institusi media massa yang menghasilkan berita. Regulator
bisa menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tapi ia tidak
dapat menambah atau memulai informasi dan bentuknya lebih seperti sensor.
Di Indonesia, yang
termasuk kategori regulator diantaranya adalah pemerintah dengan perangkat
undang-undangnya, Lembaga Sensor Indonesia, Dewan Pers, Komite Penyiaran
Indonesia atau khalayak itu sendiri. Pengiklan dimasukkan dalam kategori
regulator karena pengiklan bisa membatalkan sebuah kontrak iklan apabila isi
media massa tersebut dapat merugikan produknya.
Untuk lebih
sederhananya, regulasi yang
diterapkan dalam komunikasi massa atau media massa dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: State Regulation dan Self Regulation. State regulation adalah
regulasi yang dikeluarkan oleh negara atau pemerintah
yang dikeluarkan oleh negara yang harus
dipatuhi oleh masyarakatnya. Tujuannya adalah mengikat, mengatur, dan menjamin
hak dan kewajiban warga negara.
Sedangkan self regulation adalah regulasi yang
datangnya dari hati nurani setiap manusia sebagai pelaku dalam komunikasi
massa. Ini adalah regulasi utama yang sangat penting untuk berperan dalam
menentukan norma dan nilai masyarakat.
Sekarang pertanyaannya, mengapa dibutuhkan regulasi dalam praktisi komunikasi massa? Berbicara mengenai regulasi,
maka kita akan berbicara mengenai etika komunikasi massa. Jika komunikator
dalam komunikasi media massa melanggar kode etik pers atau kode etik siaran,
yang menjadi korban dampak negatif dan yang akan melakukan tuntutan pun
sekelompok orang atau sejumlah massa yang merasa geram terhadap pelanggaran
etika komunikasi massa.
Berbagai pelanggaran etika komunikasi dalam berbagai
media seperti pemuatan atau tayangan berita yang bersifat sadisme, pornografi,
pornoaksi atau melanggara SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), akan
menimbulkan cercaan atau unjuk rasa dari sekelompok orang atau massa.
Maka dari itu
sangat dibutuhkan regulasi dalam media massa agar pelanggaran-pelanggaran etika
komunikasi itu dapat diminimalisir sedikit mungkin. Agar khalayak tidak
terprovokasi oleh tayangan yang disiarkan oleh media massa. Berkenaan dengan
etika komunikasi massa, ada beberapa poin penting yang dikemukakan oleh
Shoemaker dan Reese, dalam Nurudin (2003), yakni: tanggung jawab, kebebasan
pers, masalah etis, ketepatan dan objektivitas, dan tindakan adil untuk semua
orang.
Mengapa terjadi perbedaan pandangan
tentang berbagai bentuk regulasi yang terkait dengan komunikasi massa?
Komunikasi massa
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang
dalam penyampaian bentuk informasi berupa bentuk pesan-pesan apabila cukup kuat
akan memberikan dasar dalam menilai sesuatu hingga menimbulkan efek tertentu.
Regulasi
terhadap komunikasi massa atau dalam hal ini saya lebih memilih untuk membahasa
regulasi terhadap media
massa, adalah adanya berbagai
peraturan-peraturan yang ditujukan untuk media massa dan industrinya. Selama ini negara menjadi pengatur regulasi
media tampak dominan sehingga pemerintah dalam posisinya disebut regulator media yang fungsinya ganda.
Dari sisi
bentuknya media masa terdiri dari surat kabar, majalah, radio, televisi dan film. Dan hukum yang mengaturnya dibagi
menjadi 3 yakni hukum pers, hukum penyiaran dan hukum film. Dengan begitu pengklasifikasiannya
yakni hukum pers mengatur surat kabar dan majalah, hukum penyiaran mengatur radio dan
televisi serta hukum film mengatur tentang film. Karena regulasi di Indonesia adalah pemerintah dengan
perangkat undang-undangnya, Lembaga Sensor Indonesia, Dewan Pers, Komite
Penyiaran Indonesia atau khalayak itu sendiri.
Menurut Stigler regulasi adalah tanggapan pemerintah atas
permintaan regulasi oleh kelompok-kelompok orang atau lapisan masyarakat agar
kepentingannya terpenuhi walau terkadang merugikan kelompok lainnya. Dalam hal ini yakni media massa berarti
ada pro dan kontra
antara pelaku media dan penikmat media massa itu sendiri.
Media massa bila dilihat dari posisinya yakni sebagai
lembaga sosial, media massa berinteraksi dengan
lembaga sosial yang
lainnya. Ia
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga yang lainnya. Maka dalam keadaan seperti ini media
mempunyai regulasi. Regulasi
yang dimaksud terhadap media massa dapat berbentuk peraturan pemerintah, keputusan pemerintah,dan
Undang-undang (UU). Sedangkan UU inilah yang kemudian
disebut hukum media massa.
Dan di dunia ini
tidak ada satu individu yang sama dengan individu lainnya, bukan hanya fisik
tapi sikap dan pikiran-nya tidak ada yang sama persis. Maka dari itu ada
beberapa ideologi yang memang tidak sama terkait komunikasi massa.
Bagaimana seharusnya keberadaan state, private sector dan civil society terkait dengan operasionalisasi komunikasi massa di sebuah masyarakat atau wilayah (negara)?
Operasionalisasi
komunikasi massa meliputi tiga domain yaitu state
(negara atau pemerintahan), private
sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan civil society
(masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing.
Operasionalisasi
komunikasi massa dalam state atau instansi
pemerintahan berfungsi menciptakan siaran berita yang kondusif, yang bisa
melindungi khalayaknya dari hal-hal yang berbau SARA atau tayangan sadis
lainnya. Pemerintah sudah membuat regulasi agar pesan yang akan disampaikan
oleh sebuah instansi media tidak memprovokasi khalayak luas. Keberadaan state
atau pemerintahan harusnya seimbang dengan domain yang lainnya, hal ini agar
pemerintah tidak bisa membodohi rakyatnya dengan pesan-pesan bohong dan cuma
menguntungkan bagi pihak pemerintah.
Dalam private
sector atau sektor swasta, operasionalisasi komunikasi massa berfungsi
untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan. Zaman sekarang, media lebih banyak dimiliki
oleh sektor swasta, baik media elektronik maupun media cetak. Berbeda dengan
media milik pemerintah seperti TVRI dan RRI, media milik sektor swasta lebih
banyak jumlahnya dan lebih banyak audiens-nya.
Regulasi media massa juga melibatkan kebijakan media massa
dimana kebijakan ini merupakan upaya untuk mengatur keberadaan media massa dan
industrinya.Kebijakan media massa merupakan kebijakan komunikasi.Ini berarti
kebijakn media massa merupakan kebijakan publik. Kebijakan
media massa merupakan kumpulan prinsip dan norma yang mengatur sistem media
massa Indonesia.Oleh karena itu kebijakan media massa ini tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan social,politik dan ekonomi sebuah negara.
Keberadaan sektor
swasta dalam operasionalisasi komunikasi massa sangat berpengaruh, karena zaman
sekarang sudah menganut kebebasan pers, maka khalayak dapat mengetahui
informasi-informasi yang mereka butuhkan tanpa harus disetir oleh pemerintah.
Sedangkan civil society atau masayarakat sipil
ikut berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk
mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas sosial, ekonomi dan politik. Menurut Prof. DR. Isang Gonarsyah
(2001), regulasi di masyarakat adalah “upaya sadar oleh individu
atau kelompok individu untuk mempengaruhi sikap dari individu atau organisasi
lainnya. Sifat regulasi berusaha membatasi prilaku sesorang atau kelompok.”
Masyarakat sipil
atau audiens menjadi salah satu domain yang sangat penting bagi
operasionalisasi komunikasi massa. Masyarakat lah yang berperan dalam memilih
informasi mana yang mereka inginkan dan membuat sektor swasta berlomba-lomba
untuk memenuhi kebutuhan informasi audiens-nya.
Langganan:
Postingan (Atom)