Dulu ketika saya duduk di SMA, 4 tahun yang lalu, facebook belum menjamur seperti sekarang ini. Saat itu, teman saya baru 15 orang. 3 orang teman SMA, 5 orang tidak kenal dan sisanya orang luar negeri. Lucunya, saya lebih sering berinteraksi dengan orang luar negeri tersebut. Ada seorang yang bernama Fernando, berasal dari daerah Latin, dan saya memanggilnya Ando (ga banget panggilannya). Dia tidak bisa bahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia, tapi entah mengapa kami bisa nyambung, padahal umur dia sekitar 30 tahunan. Dengan menggunakan bahasa-bahasa planet kita membicarakan tentang facebook. Bagaimana perkembangan di negaranya. Ternyata 4 tahun yang lalu, di negaranya belum heboh seperti sekarang ini juga, bahkan dia belum mempunyai teman dari negaranya sendiri.
Nggak sedikit juga pengguna facebook terkena masalah dengan content-content yang dia masukkan ke dalam facebooknya. seseorang dipecat karena dianggap membohongi perusahaan, orang bunuh diri gara-gara istri ganti status jadi single, model pria pengumuman akan bunuh diri, ke-GAP selingkuh, dan lain-lain. benar-benar hal yang ga penting bisa menjadi suatu masalah. Mending kayak zaman dulu aja, tenang, damai, dan tentram. kalau ada perlu surat-suratan, telpon-telponan atau telepati.
Sebegitu pentingnya jejaring sosial seperti facebook di negara kita, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak mempunyai account facebook. Indonesia memang selalu unggul dalam hal-hal nyeleneh seperti paling banyak pengguna handphone, paling banyak koruptor, paling banyak ekspor TKW. Ya ampun. Coba aja yang paling banyak duitnya, yang paling banyak penghasilan alamnya, yang paling banyak lapangan pekerjaannya. Dasar (jadi marah-marah sendiri).
By the way, fenomena facebook nampaknya belum berakhir. Dan saya masih menunggu kapan fenomena ini akan berakhir. Tapi jangan sampai, please banget jangan sampai, orang-orang yang eksis di facebook jangan sampai berpaling ke twitter..