Jumat, 11 Desember 2009

fenomena facebook


Dulu ketika saya duduk di SMA, 4 tahun yang lalu, facebook belum menjamur seperti sekarang ini. Saat itu, teman saya baru 15 orang. 3 orang teman SMA, 5 orang tidak kenal dan sisanya orang luar negeri. Lucunya, saya lebih sering berinteraksi dengan orang luar negeri tersebut. Ada seorang yang bernama Fernando, berasal dari daerah Latin, dan saya memanggilnya Ando (ga banget panggilannya). Dia tidak bisa bahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia, tapi entah mengapa kami bisa nyambung, padahal umur dia sekitar 30 tahunan. Dengan menggunakan bahasa-bahasa planet kita membicarakan tentang facebook. Bagaimana perkembangan di negaranya. Ternyata 4 tahun yang lalu, di negaranya belum heboh seperti sekarang ini juga, bahkan dia belum mempunyai teman dari negaranya sendiri.

Sekarang jangan tanya, siapa sih hari gini yang ga punya facebook?? adik? mama? papa? nenek? kakek? semuanya lengkap dijadikan siblings. Seolah-olah mempunyai facebook adalah suatu keharusan untuk bersosialisasi. Bahkan ada teman yang menanyakan facebook saya, tapi saya bilang tidak punya, dia malah marah-marah dan berniat untuk membuatkan account untuk saya. Apakah nantinya kita harus menuliskan keterangan seperti: "Mempunyai Facebook : IYA" di KTP kita???

Nggak sedikit juga pengguna facebook terkena masalah dengan content-content yang dia masukkan ke dalam facebooknya. seseorang dipecat karena dianggap membohongi perusahaan, orang bunuh diri gara-gara istri ganti status jadi single, model pria pengumuman akan bunuh diri, ke-GAP selingkuh, dan lain-lain. benar-benar hal yang ga penting bisa menjadi suatu masalah. Mending kayak zaman dulu aja, tenang, damai, dan tentram. kalau ada perlu surat-suratan, telpon-telponan atau telepati.

Sebegitu pentingnya jejaring sosial seperti facebook di negara kita, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak mempunyai account facebook. Indonesia memang selalu unggul dalam hal-hal nyeleneh seperti paling banyak pengguna handphone, paling banyak koruptor, paling banyak ekspor TKW. Ya ampun. Coba aja yang paling banyak duitnya, yang paling banyak penghasilan alamnya, yang paling banyak lapangan pekerjaannya. Dasar (jadi marah-marah sendiri).

By the way, fenomena facebook nampaknya belum berakhir. Dan saya masih menunggu kapan fenomena ini akan berakhir. Tapi jangan sampai, please banget jangan sampai, orang-orang yang eksis di facebook jangan sampai berpaling ke twitter..

Kamis, 03 Desember 2009

DISTORSI



let the camera singing

Rabu, 02 Desember 2009

Perang Batin Sang Komandan

Di bawah pohon rindang, lelaki separuh baya itu terduduk lelah, nafasnya ngos-ngosan dengan peluh mengalir di wajahnya. Suara adzan sayup terdengar dari Mesjid Raya Agung, menambah sendu suasana di pinggiran Jalan Dalem Kaum itu. Hari itu ia tampil gagah dengan seragam hijau, sepatu boots-nya yang tampak dilepas dan disimpan di sebelahnya, kakinya terluka.

Kamis pekan lalu adalah hari dimana Umar Sayid, Komandan Peleton (Danton) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merazia pedagang kaki lima (PKL) dan becak di kawasan 7 titik 6 jalur. Sebanyak 17 gerobak dagangan dirazia dan diangkut ke atas truk-truk yang sudah disediakan. “Ini akibatnya mengambil barang punya rakyat” katanya sambil menunjuk luka di kakinya. Luka itu disebabkan karena tarik menarik gerobak dengan seorang pedagang kupat tahu yang mangkal di Jalan Jakarta, Cicadas.

Umar biasa melaksanakan apel pagi jam 7 pagi di markasnya di Jalan Martanegara no.4 Bandung, guna mengumumkan dimana saja akan dilakukan razia kepada anak buahnya. Selesai apel, Umar dan anak buahnya berangkat mulai ke Jalan Jakarta, Jalan Diponegoro, Jalan Ir. H. Juanda (Dago), Jalan Merdeka, Jalan Braga dan berakhir di Jalan Asia Afrika. Dari tempat-tempat itu, Umar hanya mengangkut gerobak dari Jalan Jakarta saja, sedangkan gerobak dan becak di tempat lain hanya diberi peringatan dan disuruh pindah.

Menjalani pekerjaan sebagai danton, membuat hidup Umar bagaikan roller coaster. Bukan keinginannya untuk menyita gerobak dagangan, dimana itu menjadi pendapatan masyarakat. Seperti merampas sepiring nasi rasanya, ujarnya. Umar juga tidak pernah menyangka akan tega untuk mengambil hak para pedagang kecil, “ya bagaimana lagi, itu kan sudah menjadi kewajiban saya sebagai danton,” gumamnya.

Dia pun mengharapkan Pemerintah Kota Bandung dapat menyediakan tempat-tempat berjualan untuk pedagang kaki lima di daerah-daerah tertentu. Agar tidak perlu ada kucing-kucingan antara Satpol PP dengan pedagang kecil yang biasanya terjadi. Tapi apa daya penyediaan lokasi belum memadai, pemerintah belum bisa mengupayakan tempat untuk mereka berdagang di daerah keramaian. Selain tidak ada dana yang disediakan untuk itu, pemerintah pun kurang memperhatikan pedagang yang mendapat nafkah dari situ.

Gerobak yang disita langsung diserahkan ke markas Satpol PP di Jalan Martanegara No 4 Bandung untuk diperiksa oleh penyidik dan dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Disini gerobak disortir oleh petugas mana yang masih layak pakai dan mana yang sudah rusak. Yang sudah rusak disimpan di gudang, sedangkan yang masih layak pakai disimpan di pengadilan.

Jika ada pedagang yang ingin mengambil gerobaknya kembali, dapat mengikuti sidang di pengadilan dan membayar denda Rp 50 ribu atau kurangan 3 bulan penjara. Untuk yang mempunyai uang, bisa menebus gerobaknya hanya dengan Rp 50 ribu saja. Biasanya pedagang itu mengikuti sidang pengadilan daripada dikurung 3 bulan penjara.

Saat istirahat telah habis, para Satpol PP menaiki kembali truk-truk yang dipenuhi oleh gerobak. Termasuk danton yang bersusah payah menaiki mobil utama, karena kakinya masih terluka. Hari ini tugas mereka sudah selesai, tugas sebagai penegak hukum. Saatnya kembali ke rumah masing-masing dengan kekesalan yang ada di dalam hati mereka. Iring-iringan truk itu menjauh, kemudian hilang di belokan.

try it and see what you've got!!





nicebunny.com